Globalisasi Neoliberalisme Mencengkram Dunia





Globalisasi sering dipersepsikan orang dengan perkembangan teknologi yang luar biasa pesat, ruang dan waktu sudah bukan hambatan besar bagi umat manusia untuk bisa berkomunikasi. Mobilitas manusia semakin tinggi, pertukaran kebudayaan berlangsung intens, batas-batas negara semakin menipis.
Gejalanya sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga wajar bila sebagian kalangan menganggap globalisasi merupakan keniscayaan sejarah. Kehadirannya tak bisa ditawar-tawar lagi. Siapapun yang tidak mengikutinya akan tergilas habis. Globalisasi juga menawarkan peluang besar. Dari sisi ini, cukup masuk akal apabila penghuni bumi menyambutnya dengan penuh antusias.
Sayangnya, persoalan tidak berhenti sampai di situ. Munculnya pertanyaan mengenai “siapa mendapat apa”, sangat mengganggu keindahan globalisasi. Revrisond Baswir, ekonom dari Universitas Gajah Mada, mengingatkan bahwa penipisan batas-batas negara dan keampuhan media komunikasi ternyata membuka peluang bagi sekelompok kecil masyarakat lapisan atas untuk mengembangkan dominasi ekonominya ke seluruh penjuru dunia. “Globalisasi menjadi jalan bebas hambatan bagi mereka untuk menguasai dunia,” ujarnya ketika berbicara sebagai panelis pada acara Konferensi Rakyat yang diselenggarakan Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) di Jakarta,  Selasa (19/4).
Ditinjau dari kecamata sosial ekonomi, wajah globalisasi menjadi begitu menakutkan. Terutama bagi rakyat di negara-negara miskin.  Walaupun mereka memiliki sumber daya alam melimpah, namun pengelolaannya selalu jatuh kepada para pemodal besar dari negara-negara kaya.
Ketimpangan penguasaan ekonomi dunia semakin menganga dengan munculnya perusahaan-perusahaan multinasional. Dari 100 lembaga paling kaya di dunia (termasuk negara), 51 di antaranya adalah perusahaan. Pendapatan Toyota, sebuah produsen kendaraan bermotor dari Jepang, melebihi GDP Thailand, pendapatan Mitsubishi melebihi GDP Indonesia, pendapatan Ford Motor Company melebihi GDP Afrika Selatan. Beberapa orang terkaya dunia pendapatannya melebihi pendapatan negara-negara di dunia ketiga. Sementara itu, di negara-negara dunia ketiga masih banyak penduduk yang menderita kekurangan gizi dan kelaparan.
Melihat ketimpangan ini sebagian ekonom memperingatkan, masalah terbesar di dunia bukanlah kekurangan sumberdaya melainkan distribusi yang tidak merata. Dan, biang keladi dari ketimpangan distribusi adalah sistem perdagangan yang tidak adil dan menindas. Apalagi setelah berkembangnya sistem perdagangan multilateral yang direkayasa kelompok negara-negara kaya dengan dibentuknya World Trade Organization (WTO).
Kehadiran WTO semakin menyudutkan posisi negara-negara miskin. Dengan WTO, negara-negara kaya memaksa negara-negara miskin untuk meliberalisasikan sistem perdagangannya. Tujuannya agar produk-produk perusahaan besar dari negara kaya bebas leluasa memasuki pasar di negara-negara miskin.
Dari sudut budaya, fenomena dominasi segelintir kaum berpunya tersebut memiliki dampak serius terhadap perkembangan budaya negara-negara miskin. Budaya dikendalikanr sesuai dengan kepentingan bisnis mereka. Produk-produk kebudayaan semakin dikomersialisasikan. Sedangkan produk budaya yang tidak bisa dijadikan alat untuk akumulasi modal digusur kebelakang sehingga kehilangan tempat dalam ranah kehidupan sehari-hari.
Pertanyaan selanjutnya, benarkah globalisasi suatu keniscayaan sejarah? Revrisond mempunyai pandangan lain, menurutnya globalisasi penuh dengan muslihat segelintir kaum untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. “Globalisasi bukan suatu hal yang tidak bisa dikoreksi, bukan keharusan sejarah,” papar dia.
Globalisasi neoliberalisme
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, globalisasi tidak bisa dipisahkan dengan neoliberalisme. Dan, neoliberalisme sendiri bukanlah paham baru, melainkan penyempurnaan tehadap paham ekonomi klasik yang dipelopori Adam Smith. Suatu paham yang sangat mempercayai kekuatan pasar dalam mengalokasikan sumber daya secara efektif. Paham neoliberalisme sering juga disebut paham ekonomi neoklasik.
Para penggagas awal neoliberal antara lain, Alexander Rustow dan Walter Euckeb. Pada tahun 1932 mereka mengusulkan agar penyelenggaraan ekonomi pasar disempurnakan dengan memperkuat peranan negara sebagai pembuat kebijakan.
Dalam perjalanannya, paham neoliberal sempat tesisihkan oleh usulan John Maynard Keynes yang terkenal dengan konsep ekonomi negara kesejahteraan. Dalam konsep Keynes, peran negara dalam ekonomi tidak dibatasi hanya sebagai pembuat kebijakan. Kewenangannya diperluas meliputi hak intervensi moneter dan fiskal, khususnya untuk menggerakan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja.
Kekalahan ekonomi neoliberal ini terlihat di konferensi keuangan dan moneter yang diadakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Bretton Woods pada tahun 1944. Dalam konferensi yang dihadiri oleh Keynes, tercapai kesepakatan untuk mendirikan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Internasional untuk rekonsiliasi dan Pembangunan (IBRD), yang terakhir lebih dikenal dengan nama Bank Dunia.
Namun dominasi konsep ekonomi negara kesejahteraan di badan-badan tersebut tidak bertahan lama. Ketika Ronald Reagen terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat dan Margareth Tatcher sebagai Perdana Menteri Inggris, paham ekonomi neoliberal mendapatkan momentum baru. Paham ekonomi neoliberal mulai mendapatkan tempatnya kembali. Gagasannya diperbaharui oleh mazhab Chicago dibawah kepemimpinan Miltorn Friedman. Kemudian, dengan menggunakan instrumen Bank Dunia dan IMF, paham ini disebarluaskan keseluruh dunia.
Di Indonesia, agenda ekonomi neoliberal mulai dilaksanakan pada pertengahan tahun 80-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi. Aktivitasnya semakin meningkat tatkala krisis ekonomi 1997 melanda. Indonesia secara resmi mengundang campur tangan IMF untuk memulihkan perekonomian. Pemerintahnya diwajibkan untuk melaksanakan agenda ekonomi neoliberal melalui penandatanganan Letter of Intent (LoI).
Penetrasi paham neoliberalisme terasa semakin kencang dengan berhembusnya isu globalisasi. Dengan alasan itu, segala hambatan baik yang berupa undang-undang suatu negara maupun budaya bisa disingkirkan.
Globalisasi dan nasib negara miskin
Revrisond menilai, pada dasarnya globalisasi merupakan pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal. Prosesnya terjadi secara sitematis dengan merombak strukur perekonomian negara-negara miskin, mengkerdilkan peran negara dan meningkatkan peran pasar. Sehingga, mempermudah dilakukannya pengintegrasian dan pengendalian perekonomian negara-negara miskin oleh para pemodal yang berasal dari negara-negara kaya.
Dengan globalisasi, peran pemerintah di negara-negara miskin cenderung mengalami perubahan fungsi, dari melayani kepentingan rakyat menjadi pelindung bagi kepentingan pemodal internasional. Bahkan pada tingkat paling ekstrem, pemerintah di negara-negara miskin terang-terangan mengambil posisi berlawanan dengan aspirasi rakyat mereka sendiri.
Di tingkat makro, perekonomian negara-negara miskin cenderung menjadi wilayah pinggiran bagi perekoniman negara-negara kaya. Negara-negara miskin semakin tergantung kepada jaringan kekuatan modal. Akibatnya, secara domestik akan memicu porak-porandanya fondasi integrasi sosial antara berbagai strata sosial dan ekonomi yang terdapat dalam masyarakat negara yang bersangkutan.
Dua ilmuwan kenamaan, Patras dan Veltmeyer, terang-terangan menyebut globalisasi sebagai imperealisme. Mereka menegaskan, dibalik penyebarluasan konsep globalisasi, sesungguhnya bersemayam kepentingan kelas atas tertentu, yaitu kelas kapitalis internasional baru.
Reaksi menentang globalisasi tidak hanya datang dari kalangan ilmuwan. Semakin hari semakin banyak upaya penolakan dan perlawanan dari masyarakat luas terhadap jalannya globalisasi. Secara garis besar, Revrisond membagi perlawanan tersebut kedalam tiga kelompok besar. Pertama, perlawanan terhadap pelaksanaan agenda-agenda globalisasi. Dalam hal ini yang dipermasalahkan adalah soal waktu, sekuen, dan orang atau lembaga yang melaksanakannya.
Kedua, perlawanan terhadap agenda-agenda globalisasi. Perlawanan ini diarahkan terhadap agenda-agenda tertentu secara spesifik.  Karena hanya diarahkan pada agenda-agenda tertentu, perlawanan semacam ini bersifat parsial.
Ketiga, perlawanan terhadap neoliberalisme atau ideologi yang melatarbelakangi konsep globalisasi. Globalisasi langsung ditolak pada tingkat paling prinsipil. Agenda-agenda ekonomi tertentu yang berada dibawah payung globalisasi mungkin masih bisa dilanjutkan, tetapi bukan karena agenda itu bagian dari globalisasi, melainkan karena kesesuaiannya dengan prinsif alternatif.
Revrisond berpendapat, globalisasi neoliberalisme harus dilawan dari tingkat ideologinya. Untuk mencapainya, para pemimpin negara-negara miskin perlu membekali diri dengan kemauan politik yang kuat dan mempererat hubungan antar sesama negara miskin. Karena hanya dengan bekal itu, negara-negara miskin dapat meningkatkan posisi tawar dihadapan oligarki modal dan negara-negara kaya. Dalam penutup makalahnya Revrisond menuliskan, “Imperealisme globalisasi negara-negara kaya memang harus secepatnya di hentikan. Semakin cepat semaikn baik.”
Cecep Risnandar







spacer


Sebenarnya Indonesia memiliki beberapa keunggulan, yang bahkan tidak dapat disamai oleh negara maju sekalipun. “Raksasa-raksasa” riset dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa tentu saja memiliki keunggulan dana yang berlimpah, fasilitas yang memadai, dan referensi yang lengkap. Jika akhirnya Indonesia memilih berhadapan dengan mereka, dengan menggunakan pola pikir mereka juga, maka sudah dipastikan Indonesia tidak akan bisa kemana-mana. Namun, apa saja keunggulan Indonesia, dibanding “raksasa-raksasa” itu, terutama bidang yang bisa dikembangkan untuk riset? Apakah masih ada harapan untuk berdiri sejajar dengan mereka? Mari kita simak.
Pemetaan Kekuatan Riset Kita. Selama ini, Indonesia memiliki kekuatan sumber daya manusia yang luar biasa. Banyak sekali ilmuwan dan dosen lulusan luar negeri, yang memiliki pengalaman riset internasional, yang akhirnya kembali ke Indonesia. Mereka pun mengabdi di institusi masing-masing. Adapun, dengan modal SDM yang kuat itu, ada baiknya kita mulai memetakan dimana kita bisa memfokuskan diri dalam riset. Pemetaan ini penting, sebab kita harus mencari niche, dimana keunggulan kita dapat tumbuh, ditengah para raksasa riset dunia. Biologi Kelautan: Megabiodiveristas yang Luar Biasa. Sebagian besar luas Indonesia terdiri dari laut. Di dalamnya, terdapat megabiodiversity yang luar biasa variasinya. Indonesia merupakan salah satu negara, yang memiliki terumbu karang yang paling kaya. Salah satu rekan kami, Hawis Maduppa, merupakan salah satu peneliti yang aktif dalam kajian terumbu karang. Linknya ada disini: http://bunghaw.wordpress.com/. Sebagai salah satu sumber megabiodiversity, laut kita memiliki sumber daya hayati yang berlimpah untuk berbagai keperluan, seperti pangan dan obat. Adapun masalah yang dihadapi adalah bagaimana manajemen kelautan tersebut bisa mengatasi berbagai penyimpangan yang terjadi, misalnya menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan, dan membangkitkan semangat entrepreneurship bagi para nelayan. Dengan pemanfaatan sumber daya hayati secara sustainable, dan tetap menjaga kelestarian ekosistem, maka Indonesia akan memiliki posisi tawar yang lebih baik dengan negara-negara maju. Penyakit Tropis: Kajian yang Hanya Bisa Dilakukan di Negara Tropis. Demam Berdarah dan Malaria adalah penyakit mengerikan yang belum ada obatnya sampai sekarang. Vaksin masih dikembangkan, namun belum selesai. Selain itu, penyakit-penyakit ‘klasik’ di dunia tropis, seperti Kolera, disentri, dan tiphus juga tetap masih mengancam. Namun, dokter-dokter kita merupakan pakar yang sangat terlatih dalam menghadapi penyakit tropis. Dengan pengalaman ratusan tahun, dari sejak jaman kolonial Belanda, dokter kita telah menangani berbagai macam penyakit tropis. Para dokter dari negara maju, bisa dipastikan tidak akan bisa menangani penyakit tropis sebaik dokter kita, karena pengalaman mereka sehari-hari memang tidak menjumpai penyakit seperti demikian. Cultural and Humanity Studies :Indonesia sebagai “Magnet Kultural”. Indonesia merupakan bangsa yang memiliki kekayaan budaya paling lengkap. Dengan 300 suku bangsa, yang memiliki bahasa sendiri-sendiri (bukan dialek), menjadikan Indonesia sebagai tempat paling ideal untuk studi kemanusiaan. Indonesia telah memiliki pakar ilmu kemanusiaan, seperti alm Prof Koentjaraningrat dan alm Prof Parsudi Suparlan, yang telah memberi warna bagi perkembangan sains kemanusiaan Indonesia. Dinamika sosial kemanusiaan yang luar biasa di Indonesia, seperti interaksi antar kelompok, interaksi antar suku, interaksi intra suku, dll, menjadikan Indonesia sebagai kajian yang sukar ditandingi oleh negara maju sekalipun. Justru banyak peneliti dari negara maju, yang datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian di bidang ilmu kemanusiaan. Contoh yang paling terkenal, adalah Clifford Geertz, yang membagi Islam di Jawa menjadi tiga kelompok, santri, priayi dan abangan dan Snouck Hourgrenje, yang membedakan peran ulama dan hulubalang di Aceh. Walau teori mereka banyak dikritisi, namun hal itu sudah menjadi contoh, bahwa Indonesia memang merupakan ‘magnet kultural’ yang luar biasa. Salah satu hal yang segera harus dibenahi, adalah supaya Indonesia bisa konsisten dalam pengembangan sains kemanusiaan, sesuai dengan tradisi yang diterapkan oleh Prof Koen dan Prof Parsudi. Political Studies : Indonesia sebagai Salah Satu Negara Demokrasi Terbesar di Dunia. Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Berbeda dengan Amerika Serikat, yang memilih presiden lewat sistim elektoral, Indonesia memilih presiden secara langsung. Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia memiliki situasi politik yang sangat dinamis, mungkin yang paling dinamis di asia. Pemilu 2009 akan menjelang, dan situasi politik kita akan semakin dinamis. Inilah merupakan saat-saat yang paling menarik untuk melakukan kajian politik. Di era reformasi ini, banya istilah politik baru yang diperkenalkan. Salah satunya adalah ‘quick count’, dimana peneliti mengambil sampel dari pemilih untuk memprediksi siapa pemenang pemilu daerah dan nasional. Dalam kebanyakan kasus, prediksi mereka tepat. Teknologi Informasi (TI): Dimana Open Source bisa Berperan. Hal ini sudah sangat jelas. Jika ingin melakukan penelitian yang high tech, namun dengan biaya yang sangat terjangkau, maka TI merupakan salah satu pilihan logis. Platform Linux, yang merupakan sistim operasi Open Source, telah memungkinkan dilakukannya riset TI high tech, namun dengan biaya rendah. Bahkan Indonesia telah membangun distro linux sendiri. Mengenai TI, sedang dibahas artikel saya di Netsains.


Lahirnya manusia modern

Yang merupakan cirri khas Teori Kritik Masyarakat ialah bahwa teori itu berbeda dengan pemikiran filsafat yang tradisional (dHegel dan Husserl ke Heidegger) tidak bersifat kontemplatif saja dan beberapa filsuf jauh dari hidup masyarakat nyata. Melainkan Teori Kritis memandang diri sebagai pewaris cita-cita Karl Marx,  sebgai teori emansipatoriis: teori itu mau mengembalikan kemerdekaan dan masa depan manusia.
            Teori Hegelian mudanya(kaum Hegelian Muda adalah kelompok pengkritik kerajaan Prusia yang radikal liberal, berdasarkan’interpretasi kiri; Hegel, dimana Marxpernah menjadi anggota). Teori itu mengungkapkan apa yang dirasakan oleh kelas0kelas yang tertindas sehingga kelas-kelas itu menyadari ketertindasan mereka dan memberontak. Dan paham tentang kerjasama antara filsafat dan ploletariat inilah yang muncul kembali dalam Teori Kritis. Namun Marx sndiri segera meninggalkan paham itu. Ia menulis: para filsuf hanya mengubah pengertian mereka tentang dunia, yang perlu ialah agar dunia sendiri diubah.
            Sebagai teri yang kritis maka teori yang dikembangkan Horkheimer mau menciptakan kesadaran yang kritis: Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya mau menjadi aufklarung. Aufklarung berarti mau membuat cerah,  mau menyingkap segala tabir yang menutup kenyataan yang tak manusiawi terhadap kesadaran kita. Dalam hubungan ini Teori Kritis mengutik ilmu-uomu positif. Dan walaupun nampaknya ilmu-ilmu positif itu rasional-itulah rasionalitas tujuan atau zweekrationaltat yang tidak mempersoalkan tujuan melainkan hanya “merasionalkan” jalan ke tujuan itu-namun dalam kenyataan ilmu-ilmu itu irasional karena tidak membahagiakan manusia dan tidak sanggup untuk mneciptakan hubungna social yang benar, yang sunggguh-sungguh manusiawi.
            Namun justru dalam usaha aufklarung ini Teori Kritik kehilangan kepercayaan sendiri. horkheimer dan Ardorno tiba-tiba menyadari bahwa system yang irasional itu malah merupakan akibat usaha manusia untuk merasionalkan hidupnya. Pengertian kunci inilah yang dijelaskan sindhunata sebagai dilemma manusia rasional. Teori Kritik dengan paling tajam merasa melihat dilemma ini. Aufklarung, jadi penjelasan rasional sendiri menjadi mitos.
            Tidak dapat disangkal bahwa justru karena kebebasan dari pelbagai pandangan dalaam teori Marx maka Teori Kritik sanggup untuk mengadakan suatu analisa baru terhadap masyarakat industry maju. Namun, betapa pun tepatnya analisa sekolah Franfurt terhadap masyarakat industry maju, teori itu gagal justru dalam claimnya yang palin inti yaitu sebagai katalisator suatu praksis emansipatoris. Mitos tentang revolusi total sebagai satu-satunya jalan untuk mendobrak manipulasi total sebaiknya dibuang asaja karena hanya melumpuhkan semangat juang. Betapa pun luasnya jaringan manipulasi, manipulasi itu tidak mungkin total; manipulasi itu dapatdisadari dapat dikritik dan langkah demi langkah ditentang.
            Horkheimer menjadi makin pesimis, ketika ia  yakin bahwaa pembebasan tidak mungkin dijalankan dalam masyarakat modern ini. Pemikirannya yang ddulu revolusioner kini menjadi lebih spekulatif dan refleksif. Ia meragukan bahwa suatu teori masih dapat mendorong lahirnya aksi untuk suatu perubahan. Filsafat lebih baik diam, merenung daripada sebelum matang gagasannya sudah dimentahkan dan dikeringkan demi suatu tindakan.
            Pada saat akhir hidupnya Horkheimer yangs semula revolusioner menjadi religious. Baginya, kebenaran itu tak mungkin tanpa menunjuk adanya Allah. Memang Horkheimer tak pernah menuntut adanya Allah yang transeden. Banginya teologi bukanlah pengetahuan tentang Tuhan melainkan ungkapan suatu kerinduan. Agama sendiri juga bukan agama seperti lazimnya melainkan sesuatu ungkapan kerinduan sejati terhadap kebenaran sempurna yang ttidak ada di dunia ini, yang tidak bisa diberikan di dunia ini. Kebenaran itu harus transeden mengatasi dunia ini; tanah airnya terletak dalam das gans andere sesuatu yang sama sekali lain”ungkapan kepesimisannya dalam pandangannya bahwa kehidupan ini tidak lagi untuk mengetahui kehidupan ini semata-mata hanya kerinduan terhadap kebenranan sejati tadi.
            Sekolah Frankfurt tak pernah mau bersekongkol dengan masyarakat dewasa ini. Mereka menginginkan pembangunan masyarakat rasional. Dengan demikian teori kritis bersoal terus-menerus dengan “pembebasan manusia”. Entah secara sosiologis(pembebasan manusia dari masyarakat yang membelenggunya), entah secara filosofis (pembebasan manusia dari ide-idenya yang dogmatis dan ideologis), supaya manusia menjadi otonom dan rasional. Maka daapatlah disingkatkan bahwa teori kritis bermaksud menjadi teori emansipatoris. Emansipasi adalah persoalan yang selalu relevan sepanjang zaman, juga buat negaara-neggara berkembang. W.F  Wertheim sendiri mengatakan bahwa pembangunan sebaiknya dimengerti sebagai emansipasi daripada  modernisasi. Emansipasi dimaksudkan sebagai pembebasan dari kealamian manusia maupun dari rintanagan yang dibuat oleh manusia sendiri. jika pembangunan diaksudkan sebagai proses emansipasi maka teori kritis yang berusaha untuk menjadi teori emansipatoris kiranya juga relevan untuk maksud itu.
            Mereka (sekolah Frankfurt) sendiri menganggap bahwa mereka bukan saja pewaris ajaran Hegelian Marxis, melsinksn pewaris dari seluruh tradisi filsafat jerman. Mereka berpendapat bahwa kekerasan itu tak ada gunanya lagi, karena ia tetap dan masih berada dalam struktur kebutuhan yang ada. Kekerasan tak bakal membuahkan perubahan masyarakat baru yang diahsilakan oleh kekerasan akan tetap berada dalam ikatan dan sifat-sifatnya yang alama sejauh kebutuhan sendiri belum dirombak.
            Berhadapan dengan jaman modern, mereka malah memesukkan ajaran Freud dalkam teori mereka, hal tersebut tidak biasa dilakukan oleh kalangan yang menyebut diri Marxis. Kalaupun terdapat analisa yang khas marxisme, disini tujuannya pun bukan demi kepentingan pilitis suatu golongan. Dengan analisa tersebut mereka hanya membuka secara tajam syarat-syarat pembebasan manusia dari masyarakat yang membelenggunya.
            Pada intinya Horkheimer mengalami dua tahap dalam pembentukkan teori kritisnya, tahap pertama adalah tahap optimis teorinya, dimana ia yakin bisa melahirkan teori kritis yang beenar-benar emannsipatoris. Tahap kedua adalah atahap pesimisnya. Tahap pesimis itu dapat dibagi menjadi dua; Pertama, ketika ia mulai meragukan usaha rasional manusia. Kedua ketika ia yakin bahwa usaha rasional manusia itu pasti akan menenmui jalan buntu.  

SEHATKAH TV ANDA

Tayangan Televisi Terlalu Vulgar bagi AnaK. Terlalu sering 
menonton televisi bisa membuat anak kurang menyukai belajar, suka berhura-hura, 
dan cenderung malas. Maka tugas para orang dewasalah mengawal tontonan 
anak-anak yang muncul di televisi.

Hal itu diungkapkan pemerhati anak Seto Mulyadi di Jakarta, Kamis (6/1). Kepada 
mediaindonesia.com, Seto mengungkapkan tayangan yang muncul di televisi sampai 
detik ini masih kurang berpihak pada anak. ''Terlalu vulgar bagi anak,'' 
tuturnya.

Terutama, pada jam-jam anak menikmati tontonan televisi. ''Saat pulang sekolah 
sampai malam.''

Ia meminta pemerintah lebih berperan untuk mendorong stasiun televisi 
menampilkan program-program yang berkualitas dan positif bagi anak-anak. 
''Kementerian Perlindungan Anak, Kemenkoinfo, Kemendiknas, dan pihak-pihak 
terkait harus bertemu dengan penyelenggara stasiun televisi untuk mendiskusikan 
hal ini,'' cetusnya.

Permasalahannya lain yang muncul, menurut Seto, adalah cara untuk membatasi 
anak menonton televisi. ''Biasanya orang tua hanya menyuruh belajar jangan 
nonton tv. Anaknya disuruh belajar, orang tuanya malah nonton. Hasilnya adalah 
anak-anak bisa rewel atau ngambek.''

Perlu pendekatan yang halus terhadap anak-anak. Anak-anak tidak bisa begitu 
saja diminta dengan dengan tegas untuk tidak menonton televisi. Menurut Seto, 
orang tua harus duduk mengajak anaknya membahas apa yang dipelajarinya selama 
di sekolah. ''Intinya orang tua harus punya waktu untuk anak,'' ujarnya.

Institusi pendidikan, kata Seto, bisa turut andil dalam mengurangi atau 
menumbuhkan sikap kritis anak terhadap tayangan televisi. ''Misalnya dengan 
memberi mereka PR, apa yang akan mereka lakukan bila menjadi kepala stasiun 
televisi. Dan jangan beri PR yang berat dan membuat suntuk, tapi yang 
menyenangkan anak.'' (OL-11)


KORUPSI INDONESIA

Dalam kehidupan kita saat ini banyak kita temui korupsi dan saat ini semakin
gencar bangsa Indonesia melakukan pemberantasan korupsi. tetapi anehnya
semakin di brantas semakin banyak korupsi yang tumbuh, mungkin istilahnya
mati satu tumbuh seribu, lalu kenapa hal ini bisa terjadi karena pemerintah
tidak membuat aturan yang mendasar untuk memberantas korupsi.

Apasih yang dimaksud dengan kebijakan mendasar untuk memberantas korupsi,
mungkin salah satunya adalah tidak bergaya hidup mewah atau bergaya hidup
sederhana, apa hubungan korupsi dan gaya hidup mewah?, hubungannya adalah
jika seseorang bergaya hidup mewah lalu hal itu akan membuat orang lain
disekitarnya akan iri akan kemewahan yang diberikan lalu mereka berusaha
dengan sekuat tenaga dan berbagai cara untuk bisa seperti orang yang
memiliki gaya hidup mewah.

Tapi ironinya masyarakat Indonesia, yang pada umumnya suka memamerkan apa
yang dimilikinya di tambah memiliki gaya hidup yang mewah, hal ini
menyebabkan suburnya praktek korupsi di Indonesia, dari para pejabat, para
pegawai negeri dan swasta, sampai tinggat RT/RW, karena saat ini masyarakat
Indonesia melihat orang bukan dari kepribadianya, tetapi apa yang
dimilikinya. berapa banyak harta yang dimilikinya.

Ada pepetah dari manado (kalau tidak salah) "Lebih Baik kalah nasi, Dari
pada Kalah aksi" artinya walau di rumah atau kebutuhan hidup kekurangan,
tetapi di luar kita harus terlihat wah, hal ini sungguh berbahaya, kita
menghalalkan segala cara untuk mendapat kemewahan, agar bisa di pandang
orang, walau dengan cara korupsi atau berhutang.

Seandainya pemerintah mau menerapkan gaya hidup sederhana, tidak dengan
mobil mewah, rumah dinas yang mewah, mungkin korupsi bisa ditekan, kita
ambil contoh India, Mereka menerapkan fasilitas yang tidak mewah untuk
negaranya, saat ini india bisa maju. Diluar itu kalau pejabat tidak bergaya
hidup mewah berapa Devisa Negara bisa terselamatkan, yang selama ini Pajak
yang kita bayar (Pajak kendaraan, Pajak Penghasilan, PPN/PPnBM, pajak
restoran, dan berbagai jenis pajak lainya) di pergunakan untuk menghidupi
para pejabat yang katanya wakil rakyat.

Semua fasilitas dan gratifikasi yang di berikan oleh rakyat lewat pajak yang
diberikan di pergunakan oleh para wakil yang tidak mewakilkan untuk dapat
bergaya hidup mewah, Kita yang bayarin para DPR/MPR/DPD untuk jalan-jalan
keluar negeri, Fasilitas Kendaraan mewah keluaran terbaru, Fasilitas Rumah
dinas, Fasilitas yang katanya pembahasan UU/UUD, SBY menekankan kita untuk
Berhemat, dan alasan ini juga di pakai dalam kebijakan Saat Penaikan BBM.

Kenapa selalu rakyat yang diminta berhemat, lalu apakah pejabat boleh
bergaya hidup glamor?, karena kebiasaan hidup mewah yang di contohkan oleh
pejabat maka hampir seluruh rakyat Indonesia Melakukan gaya hidup mewah dan
Pamer harta atau kekayaan, di tunjang dengan maraknya pusat perbelanjaan
yang memamerkan barang-barang yang eksklusif yang tidak terjangkau oleh
masyarakat, sehingga untuk mendapatkan barang-barang yang eksklusif
masyarakat dan pegawai rendahan melakukan korupsi atau berhutang agar mereka
bisa seperti para pejabat.

Coba bayangkan kalau semua pejabat tidak bergaya hidup mewah dan tidak
menghambur-hamburka n uang negara, berapa banyak pendapatan yang bisa
dimanfaatkan untuk rakyat yang membutuhkan, seandainya tunjangan yang
diberikan kepada pejabat yang nilainya Milyaran Rupiah dimanfaatkan
membangun sekolah-sekolah yang hampir ambruk, berapa banyak sekolah yang
bisa dibangun, Seandainya ongkos studi banding yang luar biasa mahalnya, di
tiadakan dan di gantikan dengan pemberian benih padi gratis bukankah akan
mensejahterakan petani kita

Apakah para pejabat membutuhkan mobil dinas yang harganya Milyaran,
jawabanya tidak meraka bisa menggunakan produk alternatif, seharusnya yang
mendapat eksklusifitas adalah Rakyat bukan pejabat, karena rakyat lebih
membutuhkan, lihat dan buka mata kita, berapa banyak rakyat miskin secara
aktual bukan data statistik pemerintah yang telah di manipulasi, berapa
banyak korban gizi buruk, berapa banyak anak-anak tidak sekolah, sebuah hal
yang kontras kalau kita melongok ke gedung MPR, atau Kantor-kantor Instansi
Pemerintah, Disana Kita bisa menemukan Mobil Plat merah yang berupaMobil
Mewah
, Mereka cuma bisa bersilat lidah, semua pejabat sama dengan penjahat.

Saya mencoba mengajak seluruh sahabat untuk tidak bergaya hidup mewah,
karena hidup sedarhana lebih membawa kedamaian, dan kedamaian lebih membawa
kebahagian, Dalam hal ini juga saya mengingatkan kembali kepada semua
sahabat, agar dalam pemilihan-pemilihan umum kita harus memilih wakil kita
dengan tepat, Bukan karena dia populer atau terkenal, bukan karena seorang
artis, atau pilotikus yang mapan. dan jangan juga mau memilih karena di beri
uang ratusan ribu, atau baju. karena jangan lupa apa yang kita dapat pasti
ada ongkosnya, pasti ada udang di balik batu, pasti ada maksud jahat di
balik muka manis yang dicitraknya, pilih yang bisa membangun rakyat, pilih
yang mempunyai integritas, pilih yang mempunyai rekam jejak yang baik, kalau
anda tidak menemukan tidak memilih mungkin bisa menjadi alternatif, hal ini
bisa menjadi pelajaran kepada Para penjahat politik, bahwa rakyat tidak
bodoh, dan rakyat Indoesia tidak mau di bodohi, dan rakyat tidak mau memilih
para Koruptor.

SISWA LUAR NEGRI

Malang merupakan kota pendidikan, hal itu di buktikan dengan banyaknya sekolah dan kampus yang menjejalkan study praktis ala jaman modern, hal itu juga yang menyebaban banyaknya masayarakat  melirik model pendidikan yang lebih bagus dari pada yang da di kota atau di dalam negri sendiri, keterbatasan SDM dan kurangnya fasilitas pendidikan nampaknya menjadi dasar  tingginya pandangan masyarakat untuk belajar di luar negri: sebagi contoh Akbar Nur Syahbani biasa di pangil UQIE , dia merupakan siswa lulusan MAN3 Malang, di kotanya basis pendidikan merupakan prioritas utama bagi kelangsungan kehidupan bermasyarakat, dia lebih memilih melanjutkan jenjang S1 di luar negri. hal itu dilakukan karena pendidikan di dalam negri masih kurang memenuhi setandar pendidikan era modern menurutnya. Pengakuan atau angapan masyarakat lah yang menjadikan tradisi atau nilai luhur suatu bangsa kurang harmonis. Bagai mana tidak masyarakat yang seharusnya cinta terhadap bangsa dan budaya yang ada di dalam negri menjadi pudar karena tingkat asimilasi budaya luar yang terbilang tinggi, halitu yang membuat produk atau budaya local menjadi kurang peminatnya.
Pada daranya kearifan local merupakan senjata paling efektif untuk menjejelakan kemuka internasional bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang mempunyai kekuatan baik dalam ediologi maupun ekonomi, tetapi hal itu sampai saat ini masih belum di sadari oleh banyak kalangan. Maka sebagi generasi bangsa yang menempuh pendidikan di luar negri yangan ada terlena oleh keindahan bangsa asing, tetaplah jujung tinggi pancasila dan merah putih anda dan pulanglah sebagai generasi yang lebih ungul dari kita yang kurang beruntung di negri ini.