Tayangan Televisi Terlalu Vulgar bagi AnaK. Terlalu sering
menonton televisi bisa membuat anak kurang menyukai belajar, suka berhura-hura,
dan cenderung malas. Maka tugas para orang dewasalah mengawal tontonan
anak-anak yang muncul di televisi.
Hal itu diungkapkan pemerhati anak Seto Mulyadi di Jakarta, Kamis (6/1). Kepada
mediaindonesia.com, Seto mengungkapkan tayangan yang muncul di televisi sampai
detik ini masih kurang berpihak pada anak. ''Terlalu vulgar bagi anak,''
tuturnya.
Terutama, pada jam-jam anak menikmati tontonan televisi. ''Saat pulang sekolah
sampai malam.''
Ia meminta pemerintah lebih berperan untuk mendorong stasiun televisi
menampilkan program-program yang berkualitas dan positif bagi anak-anak.
''Kementerian Perlindungan Anak, Kemenkoinfo, Kemendiknas, dan pihak-pihak
terkait harus bertemu dengan penyelenggara stasiun televisi untuk mendiskusikan
hal ini,'' cetusnya.
Permasalahannya lain yang muncul, menurut Seto, adalah cara untuk membatasi
anak menonton televisi. ''Biasanya orang tua hanya menyuruh belajar jangan
nonton tv. Anaknya disuruh belajar, orang tuanya malah nonton. Hasilnya adalah
anak-anak bisa rewel atau ngambek.''
Perlu pendekatan yang halus terhadap anak-anak. Anak-anak tidak bisa begitu
saja diminta dengan dengan tegas untuk tidak menonton televisi. Menurut Seto,
orang tua harus duduk mengajak anaknya membahas apa yang dipelajarinya selama
di sekolah. ''Intinya orang tua harus punya waktu untuk anak,'' ujarnya.
Institusi pendidikan, kata Seto, bisa turut andil dalam mengurangi atau
menumbuhkan sikap kritis anak terhadap tayangan televisi. ''Misalnya dengan
memberi mereka PR, apa yang akan mereka lakukan bila menjadi kepala stasiun
televisi. Dan jangan beri PR yang berat dan membuat suntuk, tapi yang
menyenangkan anak.'' (OL-11)
menonton televisi bisa membuat anak kurang menyukai belajar, suka berhura-hura,
dan cenderung malas. Maka tugas para orang dewasalah mengawal tontonan
anak-anak yang muncul di televisi.
Hal itu diungkapkan pemerhati anak Seto Mulyadi di Jakarta, Kamis (6/1). Kepada
mediaindonesia.com, Seto mengungkapkan tayangan yang muncul di televisi sampai
detik ini masih kurang berpihak pada anak. ''Terlalu vulgar bagi anak,''
tuturnya.
Terutama, pada jam-jam anak menikmati tontonan televisi. ''Saat pulang sekolah
sampai malam.''
Ia meminta pemerintah lebih berperan untuk mendorong stasiun televisi
menampilkan program-program yang berkualitas dan positif bagi anak-anak.
''Kementerian Perlindungan Anak, Kemenkoinfo, Kemendiknas, dan pihak-pihak
terkait harus bertemu dengan penyelenggara stasiun televisi untuk mendiskusikan
hal ini,'' cetusnya.
Permasalahannya lain yang muncul, menurut Seto, adalah cara untuk membatasi
anak menonton televisi. ''Biasanya orang tua hanya menyuruh belajar jangan
nonton tv. Anaknya disuruh belajar, orang tuanya malah nonton. Hasilnya adalah
anak-anak bisa rewel atau ngambek.''
Perlu pendekatan yang halus terhadap anak-anak. Anak-anak tidak bisa begitu
saja diminta dengan dengan tegas untuk tidak menonton televisi. Menurut Seto,
orang tua harus duduk mengajak anaknya membahas apa yang dipelajarinya selama
di sekolah. ''Intinya orang tua harus punya waktu untuk anak,'' ujarnya.
Institusi pendidikan, kata Seto, bisa turut andil dalam mengurangi atau
menumbuhkan sikap kritis anak terhadap tayangan televisi. ''Misalnya dengan
memberi mereka PR, apa yang akan mereka lakukan bila menjadi kepala stasiun
televisi. Dan jangan beri PR yang berat dan membuat suntuk, tapi yang
menyenangkan anak.'' (OL-11)
Post a Comment